BulukumbaPos – Makassar – Munculnya narasi-narasi negatif di tengah kisruh Pesantren Darul Istiqamah, Maccopa, disayangkan oleh Dr Munawir Kamaluddin. Cucu KH Marzuki Hasan, Pendiri Darul Istiqamah itu menilai bermacam tudingan yang diekspose ke media sosial cenderung tidak konstruktif.
Munawir menyebut tidak ada satu pihak pun yang diuntungkan dalam konflik itu. Sebaliknya, malah ada yang menjadi korban. Dia mencontohkan pembina pada yayasan Darul Istiqamah, Muzayyin Arif, yang terus disudutkan.
Munawir menilai Muzayyin yang juga Wakil Ketua DPRD Sulsel dizalimi dengan berembusnya isu-isu negatif.
“Kasihan dia, selain dituduh komersialisasi dan sebagainya, dia juga terus coba dibenturkan dengan pembina utama Darul Istiqamah, KH Arif Marzuki, yang juga ayahnya. Saya tahu betul bahwa konflik di sana hanya melibatkan saudara dengan saudara, bukan dengan orang tua,” ucapnya, Rabu (21/9/2021).
Munawir yang tercatat sebagai akademisi yang saat ini menjadi dosen di Pasca Sarjana UIN Alauddin Makassar ini lahir dan tumbuh di Darul Istiqamah juga merasa sudah waktunya bersuara. Sebab, nilai dia, konflik internal sudah begitu liar dan bahkan telah menjadi konsumsi publik. Padahal, idealnya menurut Munawir adalah perseteruan yang melibatkan beberapa anak Ustaz Arif, diselesaikan di dalam rumah layaknya sebuah keluarga, bukan di media sosial.
“Ini bukan konflik antara ayah dan anak. Kebetulan om saya, Ustaz Arif, kini condong ke salah satu kubu namun saya yakin itu karena beliau mendapat tekanan dan diproteksi dari kubu satunya lagi. Mestinya Ustaz Arif berdiri di tengah, agar masalah ini bisa diselesaikan,” imbuh Munawir.
Munawir menekankan kepada pihak pesantren untuk segera melakukan rekonsiliasi internal. Sebab bila berlarut-larut, tidak ada satu pun pihak yang diuntungkan.
Dia juga menilai berbagai tudingan terhadap Muzayyin semisal anak durhaka, melakukan komersialisasi serta monopoli adalah pembunuhan karakter dan modus mempertahankan manajemen pesantren yang tidak sehat.
“Saya kira kita harus melakukan redefenisi soal kata durhaka itu. Mencegah orang tua untuk tidak melakukan kesalahan apalagi kezaliman, lebih-lebih menyangkut orang banyak justru itulah pengabdian sejati,” imbuh Munawir.
“Soal Muzayyin melakukan komersialisasi dan semacamnya, tunjukkan ke saya apa yang pernah Muzayyin pernah jual di pesantren. Yang dia lakukan justru merapikan aset pesantren, serta beberapa langkah ekonomi yang tujuannya untuk kemandirian pesantren. Sudah bukan eranya pesantren hanya meminta-minta sumbangan,” imbuh Munawir.
Dia menduga salah satu yang membuat tudingan terus diarahkan ke Muzayin lantaran melejitnya karier dia sebagai tokoh publik. “Sinar terang Muzayyin harusnya disyukuri dan jadi kebanggaan keluarga besar Darul Istiqamah. Aset yang berharga. Jangan malah dianggap ancaman karena terbukti dia malah jadi hero yang memperbaiki sistem di Darul Istiqamah,” tambah Munawir.
Akademisi yang dosen tetap pada Pascasarjana UIN Alauddin Makassar itu pun menyayangkan karena keriuhan yang terjadi ujungnya membuat proses transformasi pesantren terhenti.
“Padahal, konsep transformasi untuk membawa pesantren lebih baik, profesional, dan mandiri itu sudah bagus. Kalau kembali ke pola lama, Darul Istiqamah tidak akan maju-maju,” ucapnya.
Makanya Munawir berharap konflik di Darul Istiqamah segera berakhir. Dia mengajak sepupu-sepupunya, anak-anak KH Arif Marzuki, untuk kembali bersatu dan berkasih sayang. Darul Istiqamah menurut Munawir sudah waktunya dikelola secara profesional.
“Langkah Muzayyin merapikan manajemen, memastikan aset pesantren sebagai aset lembaga adalah langkah preventif untuk menghindari konflik yang jauh lebih besar di masa depan. Darul Istiqamah harus jadi milik umat, bukan milik orang per orang, bukan milik keluarga,” ucap Munawir.
Jika konflik bisa diakhiri, Munawir yakin proses transformasi Darul Istiqamah menjadi lembaga yang maju dan mandiri, bisa berjalan lebih cepat. (Editor : Wan_BP)