BulukumbaPos – Hak Asasi Manusia merupakan perwujudan dari hak dasar manusia di seluruh dunia. Terjaminnya pemenuhan atas hak dasar rakyat di dalam suatu negeri merupakan tanggung jawab penuh dari negara. Dalam rangka perjuangan untuk penegakan HAM di dunia, terdapat satu momentum bersejarah yaitu deklarasi UNIVERSAL DECLARATION OF HUMAN RIGHT pada 10 Desember 1948. Deklarasi Universal HAM ini berisi kewajiban bagi setiap negara untuk memberikan jaminan pemenuhan dan perlindungan hak-hak dasar bagi warga negaranya. Di Indonesia DUHAM ini telah diratifikasi dengan diterbitkannya UU No.11 Tahun 2005 tetang HAM. Maka, Negara melalui pemerintahan RI wajib menghormati, melindungi serta memberikan HAM untuk hidup, merdeka, bebas dan bekerja bagi seluruh rakyat Indonesia.
Front Perjuangan Rakyat (FPR) Bulukumba merayakan peringatan hari Hak Asasi Manusia melalui aksi kampanye massa pada, Senin 10/12 /18. Ada dua titik aksi dalam peringatan kali ini. Pertama massa FPR melakukan aksi di depan Kantor Bupati Bulukumba. Massa kemudian melanjutkan aksi di depan kantor Polres Bulukumba sebagai titik aksi ke dua.
Sebanyak kurang lebih 800 orang massa FPR Bulukumba memadati gerbang utara Kantor Bupati Bulukumba dan menggelar orasi. Tidak lama berselang, massa memasuki pelataran kantor Bupati untuk berdialog dengan pemerintah. Asisten dua Pemkab Bulukumba menerima aspirasi dan berdialog dengan peserta aksi.
Di Kabupaten Bulukumba persoalan Hak Asasi Manusia masih sering menjadi ancaman bagi hajat hidup masyarakat Bulukumba, terutama dalam aspek Ekonomi, Sosial, Hukum dan Kebudayaan. Sampai saat ini masyarakat Adat Kajang masih dengan semangat memperjuangkan tanah ulayat Adat Ammatoa Kajang yang dirampas oleh PT. PP Lonsum. Masyarakat adat Kajang juga menentang praktek kriminalisasi yang dilakukan oleh pihak perusahaan yang menuduh masyarakat adat Kajang melakukan penyerobotan lahan yang diyakini dan bisa dibuktikan sebagai tanah ulayat masyarakat adat Kajang, terang Rudy Tahas, koordinator FPR Bulukumba.
Masyarakat Bontobahari juga sejak dulu memperjuangkan tanah masyarakat Bontobahari yang hari ini dirampas oleh Taman Hutan Raya (Tahura). Begitu juga dengan rencana pembangunan Terminal Aspal Curah di Kecamatan Bonto Bahari pun mendapat penolakan keras oleh nelayan di dua kecamatan, yaitu Bonto Bahari dan Kecamatan Ujung Loe. Terminal Aspal Curah mengancam kehidupan 1299 jiwa petani rumput laut dan keluarganya. Meskipun mendapat penolakan keras masyarakat, namun yang kami sayangkan kenapa pemerintah Kabupaten Bulukumba ngotot melanjutkan proses pembangunan proyek tersebut. Artinya bahwa hari ini pemkab Bulukumba memilih mengorbankan masyarakat Bulukumba dan lebih memilh “menghamba” pada investasi.
“Perlu diketahui oleh masyarakat Bulukumba bahwa dengan bertani rumput laut, masyarakat di dua kecatamatan tersebut terbukti mampu meningkatkan taraf penghidupan masyarakat. Masyarakat mampu menghasilkan total 30 Milyar Rupiah dalam setahun dari hasil bertani rumput laut”, lanjut Rudy Tahas.
Sementara di Kantor Polres Bulukumba, massa FPR Bulukumba menuntut pihak kepolisian untuk melakukan pemerikasaan dokumen ijin yang dimiliki oleh PT. Lonsum yang dinilai cacat hukum. “PT. Lonsum Tbk tidak memiliki Izin Usaha Perkebunan Penamaan Modal Dalam Negeri (PMDN) di Palangisang Estate, Pabrik Ujungloe dan Balambessi Bulukumpa”, ujar Rudi Tahas. Massa FPR juga mendukung pihak Polres Bulukumba untuk mengusut tuntas Tindak Pidana: Membuat Surat Palsu, menempatkan keterangan palsu dalam suatu akte autentik dan atau penggelapan sebagaimana dimaksud dalam pasal 263, 264, 266, KUH Pidana. Seperti pada kasus penggunaan Akte Jual Beli (AJB) palsu berdasarkan Laporan Polisi Nomor: LP/411/VIII/2013/SPKT Tentang Tindak Pidana Membuat Surat Palsu Berdasarkan Hasil Surat Dari Laboratorium Forensik Cabang Makassar NO. R/3926/IX/2016.(**)