Hasyim&Hanafi; Guru Moderat, Sebuah Refleksi Hardiknas 2021 Ditengah Covid-19

Hasyim dan Hanafi Pelu (Penulis).

Bulukumbapos.com – Setiap tanggal 2 Mei bangsa Indonesia selalu memperingati Hari Pendidikan Nasional berdasarkan Penetapan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 316 Tahun 1959 pada tanggal 16 Desember 1959.

Merayakan Hari Pendidikan Nasional merupakan momentum Nasional yang tidak pernah akan terlupakan oleh anak bangsa, bukan hanya sebatas merakannya saja, akan tetapi mengingatkan kita terhadap sosok Ki Hajar Dewantara sebagai founding father Hari Pendidikan Nasional. Hari Pendidikan Nasional merupakan sejarah panjang Bangsa Indonesia, akan tetapi sekarang ini, momentum Hari Pendidikan Nasional hanya sebagai “slogan” belaka.

Virus Covid-19 sebagai dalang berbagai problema dalam era digital, khususnya pendidikan. Dimana, Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi sebagai akibatnya. Sehingga para dosen, guru, siswa, dan orang tua serta para pemerhati pendidikan merasa gusar dan terperangah dengan pembelajaran jarak jauh bahkan kelulusan tanpa melalui proses Ujian Nasional.

Menurut penulis ini merupakan PEMBODOHAN generasi, dimana Ujian Nasional merupakan alat ukur terhadap keberhasilan pada jenjang pendidikan pada satuan pendidikan tertentu, selain hasil nilai yang diberikan atau yang didapatkan pada satuan pendidikan tersebut.
Dengan demikian, penulis mengharapkan suatu perubahan dan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini Menteri Pendidikan dan para Pemerhati Pendidikan agar proses pembelajaran tatap muka segera dilakukan. Dimana proses pembelajaran yang dilakukan oleh siswa, guru, mahasiswa dan dosen menjadi interaktif dengan mengikuti protocol kesehatan yang telah diterapkan.

Oleh karena itu, penulis mengajak kita semua sebagai anak bangsa marilah kita melakukan refleksi kembali tentang lahirnya Hari Pendidikan Nasional yang dicetuskan oleh founding father kita Ki Hajar Dewantara. Raden Mas Soewardi Soerjaningrat yang juga dikenal sebagai Ki Hajar Dewantara lahir pada 2 Mei 1889 di Pakualaman di Yogyakarta, bertepatan dengan tanggal 2 Ramadhan 1309 H.

Lahirnya pada bulan Ramadhan memunculkan harapan agar Suwardi Suryaningrat memberi hikmah pendidikan dan peningkatan iman dan takwa dan beliau meninggal di Yogyakarta pada tanggal 26 April 1959 pada umur 69 tahun.
Nama Suwardi Suryaningrat kurang dikenal oleh masyarakat, namun dengan nama Ki Hadjar Dewantara, beliau sangat dikenal, dihormati dan disanjung-sanjung sebagai Pendiri Perguruan Tamansiswa, Bapak Pendidikan Nasional, dan Pahlawan Nasional. Beliau dikenal dan diakui dunia karena kompetensi, keahlian, prestasi dan sumbangsihnya yang luar biasa dalam bidang pendidikan, kebudayaan, dan kemasyarakatan.

Ki Hajar Dewantara adalah seorang jurnalis yang sangat terkenal baik itu pada masa berada di Yogyakarta maupun berada di bandung, antara lain; jurnalis (wartawan) pada Surat Kabar“Sedyotomo”(Bahasa Jawa) dan “Midden Java” (Bahasa Belanda) di Yogyakarta dan “De Express” di Bandung. Kemudian pada Th. 1912 Suwardi Suryaningrat dipanggil Dr. E.F.E. Douwes Dekker ke Bandung untuk bersama-sama mengasuh Suratkabar Harian “De Express”. Tulisan pertama beliau berjudul“Kemerdekaan Indonesia”. Di samping itu Suwardi Suryaningrat menjadi Anggota Redaksi Harian “Kaoem Muda” Bandung, “Oetoesan Hindia” Surabaya, “Tjahaja Timoer” Malang. Suwardi Suryaningrat menerima tawaran dari HOS. Tjokroaminoto mendirikan Cabang “Serikat Islam” di Bandung dan sekaligus menjadi Ketuanya (1912).

Maknanya adalah, sesuai dengan tema hari Pendidikan Nasional “Serentak Bergerak Wujudkan Merdeka Belajar” sebagai generasi milenial pada era digital saat ini, diharapkan mampu bersaing dengan jiwa juang untuk menggapai cita-cita walaupun dihadapi dengan problema virus Corona 19, dimana siswa, guru, mahasiswa, dan dosen belajar dari rumah dengan menggunakan berbagai macam aplikasi. Oleh karena itu, sebagai generasi mileneal harus terus bergerak sesuai dengan perkembangan global.

Sedangkan, merdeka belajar dimana sekolah, Madrasah, siswa, mahasiswa, guru dan dosen memiliki kebebasan untuk berinovasi, belajar dengan mandiri dan kreatif. Kementerian Pendidikan dan dinas pendidikan akan berupaya untuk memberikan ruang inovasi di masing-masing sekolah dan Madrasah. Sehingga, dengan kemandirian tersebut, sekolah dan Madrasah mampu menciptakan dan berinovasi sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan pada satuan pendidikan tersebut, agar dapat mandiri dan saling bekerjasama untuk perbaikan sekolah dan Madrasah tersebut.

Artinya satuan pendidikan; sekolah, Madrasah guru-guru dan siswa memiliki kebebasan. Kebebasan untuk berinovasi, kebebasan untuk belajar dengan mandiri dan kreatif.

Selain itu, pada kesempatan ini juga, penulis sedikit menelisik tentang Guru Penggerak. Makna guru penggerak merupakan guru yang mengutamakan siswa dari apapun, baik itu melaksanakan proses pembelajaran, penilaian dan pemberian tugas bahkan dari kariernya sendiri. Sebagai guru akan mengutamakan siswa dan bagaimana siswa belajara. Guru akan melaksanakan tugasnya tanpa disuruh dan diperintah, untuk melakukan yang terbaik demi pendidikan di sekolah dan Madrasah. Guru penggerak ini diharapkan untuk mengambil tindakan yang muaranya memberikan hal yang terbaik untuk siswa.

Salah satu masalah yang dianggap menghambat ruang inovasi guru adalah banyaknya regulasi dan kebijakan yang tidak memberikan ruang inovasi bagi guru penggerak. Selama ini, banyak orang yang berpandangan bahwa reformasi pendidikan hanya bisa dilakukan di pemerintah saja atau berdasarkan kurikulum saja. Namun, melalui memahami Makna Merdeka Belajar dan Makna Guru Penggerak diharapkan mampu membuat reformasi pendidikan di Indonesia agar menjadi lebih baik.
Makna merdeka belajar dan guru penggerak, Sebagai seorang guru, kita hendaknya bisa menjadi bagian dari guru penggerak yang akan mampu mengubah wajah pendidikan di Indonesia menjadi lebih baik.

Pentingnya pendidikan di Indonesia termasuk ke dalam langkah pemerintah melalui Kementerian dan lembaga, untuk mencerdaskan anak bangsa. Salah satunya adalah pendidikan karakter, untuk mengiringi tumbuh kembang manusia mulai dari anak usia dini hingga tingkat universitas. Pendidikan telah menjadi program Nasional yang terus dikembangkan, untuk mencapai standar sumber daya manusia era globalisasi.
Pendidikan moderat adalah dimana sesorang berada ditengah-tengah, menjaga keseimbangan, jujur dan menjadi penengah terhadap suatu masalah atau persoalan, ibaratnya seorang wasit yang sedang memimpin pertandingan.

Dimana, sebagai seorang guru harus menjaga sikap yang seimbang dalam proses pembelajaran, selalu mengedepankan keterbukaan dengan berbagai kelebihan yang disampaikan, baik itu pendapat dari siswa maupun guru itu sendiri. Sebagai guru selalu memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyampaikan berbagai persoalannya yang terkait dengan pembelajarannya.
Guru yang Moderat adalah guru yang selalu menjaga kondisi dalam batas wajar; tidak berlebihan atau ekstrim, sedang atau tidak melakukan kekerasan atau tunduk pada ekstrem; ringan atau tenang; sedang: iklim sedang. Selain itu, moderat merupakan sebuah sistem nilai yang dianut seseorang sebagai kemampuan untuk melakukan kontrol diri dalam memenuhi keinginannya, memenuhi keinginan orang lain pada kondisi dan situasi tertentu.

Moderat berarti sebuah sikap yang ditunjukkan seseorang pada sebuah kasus atau peristiwa yang berseberangan dengan maksud untuk memenuhi kebutuhan dirinya dan tidak merebut hak dan kebutuhan orang lain. Berarti sikap moderat adalah sikap yang menjauhkan diri dari tindakan atau keputusan yang hanya menguntungkan dirinya dan merugikan orang lain. Pada posisi ini, berarti ada proses penyesuaian antara kebutuhan seseorang dengan kondisi dan situasi yang dihadapi orang lain.

Moderasi menghendaki nilai keseimbangan dalam suatu keputusan atau tindakan. Dengan demikian kemampuan membangun sikap moderat akan sangat tergantung pada kemampuan seseorang untuk memastikan kepatuhan pada kriteria tertentu (misalnya dalam penilaian) sebagaimana tercantum dalam indikator yang disepakati bersama termasuk membangun komitmen utuk mematuhi kebijakan dan prosedur penilaian secara moderat.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa sebagai guru yang moderat adalah guru yang mampu mengambil jalan tengah dalam bersikap atau bertindak terhadap dua peristiwa yang berlawanan atau berbeda merupakan pilihan yang ditetukan pada situasi tertentu.

Penulis :
Hasyim, S.Pd., MA (Kepala MTsN 1 Konawe), dan
Hanafi Pelu, S.Pd., M.Pd (Balai Diklat Keagamaan Makassar)
#Ikhwan / BP

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *