Bulukumbapos.com – ‘Marhaban Ya Ramadhan’, menjadi kata populer yang untuk menunjukkan kelapangan diri atau hati dalam menyambut bulan suci ‘ramadhan’. Umat Muslim tentu berharap jiwa dan raga manusia dalam proses rekonstruksi ulang lewat puasa agar mencari pribadi autentik menuju insan kamil.
Dalam menjalankan rukun Islam yang keempat tersebut, ada sisi yang menarik dalam diri manusia yang patut menjadi perhatian utama, yaitu emosi. Ramadhan dapat menjadi ‘episentrum’ dalam melihat bagaimana emosi manusia sedang dalam proses kendali, karena ada perintah agama untuk menjalankan puasa (lihat Qs al-Baqarah ayat 183). Agama Islam memiliki perintah, agar penganutnya sejenak mengekang nafsu, dan emosinya dalam batas waktu tertentu lewat puasa.
Al-Qur’an memberikan gambaran secara cermat tentang emosi yang dirasakan oleh manusia, seperti takut, marah, cinta, gembira, benci, cemburu, dengki dan sedih. (Utsman Najati, 2004). Misalnya, Allah menjelaskan ciri orang beriman, ketika disebut nama Allah maka hatinya gemetaran, dan ayat-ayat al-Qur’an yang ia dengarkan akan membuatnya menambah keimanannya. (Lihat Qs. al-Anfal ayat 2). Intensitas kaum Muslim membaca al-Qur’an terutama di bulan ramadhan, sangat diharapkan akan memacu aspek batin atau emosi manusia, untuk lebih takut, serta cinta kepada Allah swt. Terutama, pada segala bentuk emosi negatif (gelisah, marah, putus asa, sedih, sombong).
Bagaimana mengendalikan emosi (negatif) yang dapat merusak puasa? mungkin cukup sulit, namun bukan bukan berarti sesuatu yang mustahil. Jika seorang Muslim dalam keadaan sungguh-sungguh dan lebih serius menempuh ikhtiar tersebut, karena emosi hadir dipengaruhi oleh respons manusia terhadap sebuah kondisi yang dialami, atau dijumpainya.
Pengendalian emosi selama bulan ramadhan adalah sebuah keniscayaan, sebagai upaya preventif mengatasi ketegangan fisik dan psikis yang dapat berdampak buruk pada kualitas ibadah puasa. Ada 3 model strategi pengendalian emosi yang dapat ditiru selama ramadhan tahun ini, yakni pertama, ‘displacement’ atau pengalihan. Cara ini dipakai untuk mengalihkan atau ‘move on’ emosi seseorang ke objek lain, guna menghindari potensi buruk yang mungkin saja terjadi, jika tidak teralihkan. Seseorang yang dalam kondisi berpuasa, tentu memantik banyak godaan yang dapat membatalkan puasa, boleh jadi dengan jalan menyibukkan diri dengan ritual ibadah, perbanyak mengucap kalimat tayyibah, wirid, doa dan tadarrus al-Qur’an. Dengan penuh harap godaan dapat ditangkis dengan kegiatan yang menimbulkan pahala. Kalaupun tidak, lebih baik memilih tidur, tetapi jangan juga puasa tetapi intensitas tidur lebih banyak ketimbang ibadah.
Kedua, ‘cognitive adjustment’ atau penyesuaian kognitif. Strategi ini pengendalian emosi ini, memuat unsur artibut kognitif yaitu menempatkan persepsi pada kondisi positif. Misalnya, seseorang kecurian uang atau benda berharga. Seringkali kita jumpai, penyataan dari seseorang “boleh jadi saya kurang sedakah atau infak”, terlepas dari unsur kelalaiannya, atau sebab lainnya. Unsur selanjutnya, adalah empati atau keadaan turut merasakan yang sedang dialami oleh seseorang. Orang yang berpuasa, mengujungi orang fakir miskin kemudian berbagi rezeki atau bekal untuk berbuka puasa. Atribut terakhir adalah altruisme, yaitu prinsip relasi interpersonal. Yang mana seseorang memberikan makan kepada sesama bukan karena pamrih, tetapi atas dasar mengharap ridho dari Allah swt. (lihat Q.s al-Insan ayat 8-9).
Ketiga, ‘Coping Strategy’. Coping memiliki arti tindakan seseorang dalam
menanggulangi, menerima atau menguasai suatu kondisi yang tidak diharapkan. Teori psikologi menjelaskan 2 unsur dalam strategi coping, yakni ‘emotional focus coping’ atau fokus pada penanggulangan emosi yang dirasakan oleh seseorang. Dalam Islam mengajarkan sifat sabar sebagai cara untuk mengendalikan emosi, serta rasa syukur atas segala karunia Allah yang telah dinikmati.
Selanjutnya adalah ‘problem Focus Coping’, yang berarti fokus pada penyelesaian masalah yang dihadapi. Islam mengajarkan tentang sifat pemaaf, guna menyelesaian masalah yang dihadapi, karena meluapkan amarah atau menyimpan dendam akan menimbulkan masalah baru. Sedangkan, memaafkan dapat meleburkan semuanya serta menimbulkan kelapangan dalam hati. Semoga saja, puasa ramadhan kali ini emosi kita benar-benar dapat terkendali.
Oleh : Andi Muhammad Asbar
- Dosen STAI Al-Ghazali Bulukumba.
- Sekertaris Majelis Dai Muda Bulukumba
- #Ikhwan / BP