MAKASSAR — BP – Pelaksana Tugas (PLT) Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan Bachtiar Baso menyampaikan keprihatinanya terkait tingginya kasus kematian akibat demma berdarah di Sulawesi Selatan, bahwa pihaknya telah membentuk Tim Gerak Cepat (TGC) untuk penannggulangan dan antisipasi Deman Berdarah Dengue (DBD) di Sulsel.
Data dari Dinas Kesehatan Provinsi Sulsel, untuk DBD Sulsel di bulan Januari hingga 31 Januari 2019, pada pukul 19.00 Wita do peroleh laporan dari Posko DBD Dinkes Sulsel,bahwa untuk jumlah kematian ada 8 korban jiwa. Adapun rinciannya, Kabupaten Maros satu orang, Soppeng dua orang, Wajo satu orang, Pangkep tiga orang dan Makassar satu orang.
“Data di atas adalah laporan jam tujuh malam (19:00 Wita) tadi dari Posko DBD dinkes Sulsel,” kata Kata Bachtiar Baso.
Tim TGC ini akan kami standbykan selama 1×24 jam. Tim ini disiapkan untuk mengantisipasi penangulangan DBD.
Bachtiar juga meminta agar seluruh rumah sakit (RS) di Sulsel untuk mengantisipasi jika terdapat kasus DBD agar segera ditangani.
“Di Sulsel ada 105 rumah sakit, dan kami minta rumah sakit yang ada di Sulsel memberikan ruang kepada seluruh penderita demam berdarah. Tidak boleh satupun rumah sakit yang menolak pasien DBD,” sebutnya.
Karena jika tidak ditangani dengan cepat bisa berakibat fatal. Dia menjelaskan, trombosit akan turun, jika turun berarti nyawa akan terancam.
Dia juga meminta masyarakat untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan apalagi di musim penghujan.
“Kepada masyarakat hendaknya sellau menjaga kebersihan lingkungan. Apalagi di musim penghujan ini, dan menghindari gigitan nyamuk,” ujarnya.
Sedangkan situasi Arbovirosis (Penyakit akibat nyamuk Arbovirosis). Penyakit-penyakit yang tergolong dalam penyakit akibat nyamuk Arbovirosis meliputi penyakit seperti demam berdarah dengue dan chikungunyah.
Untuk tahun 2017 di Sulsel, jumlah kasus DBD 1.737 penderita dan jumlah kematian 13 orang. Sedangkan tahun 2018, jumlah kasus 2.141 penderita dan jumlah kematian 19 orang.
Untuk itu Dinkes Sulsel dengan rencana program Arbovirosis untuk menanggulangan penyakit ini adalah dengan melakukan kewaspadaan dengan telah membuat surat edaran ke Kab/kota dan di tindak lanjuti ke Puskesmas.
Penguatan tatalaksana kasus penyakit Arbovirosis bagi dokter dan paramedis Puskesmas.
Kegiatan Foging fokus, untuk antisipasi penyebaran kasus semakin meluas dan pembagian bubuk abate pembunuh jentik.
Serta sosialisasi gerakan 1 Rumah 1 Jumantik dan pengendalian vektor arbovirosis di kabupaten/kota. “Dengan pendekatan keluarga, memantau keberadaan jentik di setiap rumah tangga,” ujarnya.
Selain itu, kewaspadaan dini dan siap melakukan respon yang dilakukan secara rutin oleh seluruh puskesmas melalui pengiriman SMS setiap minggu dan memantau adanya alert yg muncul.
Juga dengan melakukan peningkatan kapasitas bagi petugas laboratorium PKM untuk penegakan diagnosis penyakit DBD. Monitoring evaluasi program arbovirosis bagi pengelola program kabupaten/kota.
Pembentukan POSKO siaga DBD dan memantau kasus DBD di bulan januari perhari dengan menerima laporan dari kab/kota dan melakukan umpan balik untuk ketepatan dan kevalidtan laporannya.
Serta, mempersiapkan tim gerak cepat untuk memonitoring kasus-kasus berpotensi KLB (kejadian luar biasa) dan merespon adanya peningkatan kasus.Tutup Bachtiar(*ewink)