BulukumbaPos – Pemilu 2019, yang juga di kenal publik sebagai pesta demokrasi, menjadikan ruang publik menjadi meriah. Emosi citizen (warga masyarakat) dan nitizen (warga internet) tumpah ruah sebagai wujud militansinya dukungan.
Simbol dan bahasa tubuh ikut di mainkan menjadi legitimasi dukungan. Namun di balik kemeriahan itu, ada yang menarik perhatian, yaitu Real Space (dunia nyata) berubah menjadi kalem dan aman dari gesekan fisik akibat ketegangan (tension) pendukung fanatik dan aparat keamanan tidak lagi mengeluarkan banyak energi untuk meredam tindakan kekerasan dari oknum masyarakat yang berbeda pilihan.
Ketegangan justru hadir di Virtual Space (ruang maya). Luapan kebencian, berita bohong (hoax) yang berserakan menjadikan ruang maya tidak humanis lagi. Penghuni dunia maya, seakan tidak mengenal dosa akibat membincang aib orang-orang tertentu tanpa konfirmasi (tabayyun).
Saya menduga bahwa pribadi autentik kita boleh jadi itulah yang tampil di Virtual Space (ruang maya) bukan yang ada di Real Space (ruang nyata).
Penulis : A. Muhammad Asbar (Mahasiswa Program Doktor UIN Antasari Banjarmasin Kal-Sel/Dosen Stai Al- Ghazali Bulukumba/Sekertaris Umum Majelis Dai Muda Bulukumba Sul-sel) Selasa (16/4/2019)